20 Juni 2011

Evaluasi Bersama

Ruyati binti Satubi, TKW asal Indonesia, mendapat hukuman mati pancung (18/06) akibat membunuh majikannya. Semalam saya menonton acara wawancara langsung anak dari almarhumah di salah satu stasiun televisi, sedih sekali. Sedih terhadap keluarga alm. dan juga sedih kepada pemerintah terutama Pak Presiden yang kemarin lusa baru saja berpidato di sidang ke-100 ILO di Swiss (14/06) , yang isinya menyatakan bahwa mekanisme perlindungan pembantu rumah tangga (PRT) migran di luar negeri sudah berjalan. Perkataan beliau langsung dibantah terang-terangan oleh fakta yang terjadi beberapa hari berikutnya.


Entah disini siapa yang salah, saya rasa tidak penting untuk diperdebatkan. Saya sendiri tidak berani memvonis begitu saja karena yang namanya benar dan salah itu relatif, tergantung dari sudut pandang tertentu. Tapi setiap pihak pasti tidak ingin dirugikan. Saya merasa kejadian ini patut dijadikan evaluasi bersama, baik pemerintah, para pahlawan devisa negara beserta keluarga, dan lembaga-lembaga terkait.



Memang berat berbicara atas nama bangsa di depan dunia internasional. Kalau bagi saya cukup besar bebannya. Pertama tentunya kita tidak ingin (Indonesia) terlihat rendah di mata negara-negara lain, tapi juga kalau terlalu muluk tidak sesuai kenyataan nama baik sang pembicara taruhannya. Harus bijak menentukan apa yang akan diucapkan, itu tidak mudah. Jadi, jangan asal menuding perkataan seseorang hanya buaian semata.

Kemudian yang namanya usaha, sesuatu yang tengah diusahakan, ya tentu masih dalam proses. Maksudnya, belum bisa dituntut sukses, namun dapat dituntut untuk sukses. Kalau ada suatu kesalahan dalam proses itu jangan asal menuding gagal kemudian memaki-maki, menuntut ini itu. Harusnya membantu memperbaiki. Mungkin lewat tuntutan berupa evaluasi juga merupakan suatu upaya membantu agar kesalah tersebut diperbaiki, tetapi tidak perlu berlebihan juga.

Kita tidak bisa hanya menuntut pemerintah saja untuk memberi dan melakukan yang terbaik untuk negara ini, yang jatuhnya nanti untuk kita juga. Kita harus ikut serta membantu upaya pemerintah. Untuk kasus-kasus para tenaga kerja Indonesia di luar negeri, tidak bisa dikatakan sepenuhnya kesalahan pemerintah. Pemerintah saya yakin sudah membuat kebijakan yang sedemikian rupa untuk urusan ketenagakerjaan, karena para tenaga kerja itu salah satu aset penyumbang devisa untuk negara ini.

Bukan maksud merendahkan, kebanyakan orang-orang yang ingin menjadi tenaga kerja berasal dari desa-desa. Mereka tidak tahu jelas tentang pekerjaannya itu nanti, hanya kasarnya saja. Hanya tau mungkin dengan bekerja di luar negeri pastinya gajinya lebih besar. Kemudian mereka pasrahkan begitu saja kepada agen-agen yang mengurusi mereka, mengikuti alurnya secara pasif. Ketika terjun langsung ke lapangan, tidak ada yang bisa menduga bagaimana keadaannya, mungkin berbanding terbalik seperti yang sudah dipelajari, kurangnya pengetahuan, kemudian kurang dapat beradaptasi juga sehingga sering berbuat kesalahan dan memacu tindakan yang lebih parah, siksa-menyiksa bahkan bunuh-membunuh.

Di sini alangkah baiknya orang-orang yang berniat menjadi tenaga kerja di luar negeri mengenal terlebih dahulu pekerjaannya, negara tujuannya, budaya negara tersebut juga harus mau melatih diri untuk menyesuaikan sikap dan kemampuan berbahasa. Hal yang penting juga pandai-pandai memilih agen, karena masih saja ada agen-agen tenaga kerja ilegal. Kalau merasa repot, lebih baik tidak perlu memilih pekerjaan ini daripada merugikan diri sendiri nantinya. Di Indonesia sendiri kalau mau berusaha sebenarnya banyak sekali pekerjaan yang bisa ditekuni. Banyak juga pekerjaan yang menghasilkan keuntungan besar, buktinya banyak anak-anak muda Indonesia saat ini yang menjadi milyader dengan membuka usaha di Indonesia. Sekalipun penghasilan pas-pasan atau bahkan nol, setidaknya kita mengenal negara ini kan? Tinggal strategi kita saja bagaimana.


"lebih baik di sini... rumah kita sendiri..."

Mengenai agen-agen ilegal dan kebijakan-kebijakan yang bermasalah, pemerintah harus lebih serius lagi, teliti dan cekatan, benar-benar bertanggung jawab mengurusnya. Ini amanat, tanggung jawab dunia akhirat, kepada bangsa juga kepada Tuhan. Maka dari itu dari sekarang untuk orang tua yang anaknya ingin menjadi menteri atau bahkan diri sendiri ingin menjadi menteri, latihlah untuk menjadi orang yang peduli terhadap bangsa dan negara, bukan menyuruh menjadi menteri untuk tujuan harta, gaji luar biasa. Jika ingin menjadi menteri berpikirlah kewajibannya bukan hak-hak yang bisa didapat, berpikir tanggung jawabnya bukan foya-foya.

Memang terkesan mudah sekali kesemuanya itu, tetapi entah untuk bertindaknya. Tapi kita memang harus selalu berpikir positif dan optimis. Karena sekali lagi, tidak ada guna mebahas suatu permasalahan tanpa ada tindakan untuk memperbaikinya. Semoga tidak ada lagi Ruyati-Ruyati berikutnya. Hentikan perdebatan, caci maki, bahkan tindakan anarkis. Belajarlah untuk tidak hanya menuntut dengan emosi tapi ikut berpartisipasi untuk sebuah tuntutan, perubahan, dengan damai dan bertanggung jawab.

http://lifegoesonlikeasong.tumblr.com/

Tidak ada komentar: